Bahasa


Saya telah menyusun ribuan kata yang gagal saya cerna, lalu memaktubkannya dalam sebutan bahasa. Maka, atas nama bahasa, saya mengaku berdosa. Berdosa terhadap sesama dan terhadap makna.


Saya telah menelanjangi garis-garis simetris maupun asimetris untuk menggoreskan huruf demi huruf yang tiada pernah habis, lalu mengemasnya dalam kertas bergaris. Maka, atas nama bahasa, saya mengaku berdosa. Berdosa terhadap ruang sosial dan interaksi artifisial.


Saya telah memonopoli aksara serta alam sadar manusia melalui pena dan tinta, lalu seenaknya mentransvaluasi yang-mengalir menjadi yang-diukir. Maka, atas nama bahasa, saya mengaku berdosa. Berdosa terhadap kebenaran dan kamuflase nada-nada profan.


Saya tahu ketika dunia masih kanak-kanak, setiap kita adalah penyair yang sublim. Tapi tidak. saya berhak menentukan arti, sekalipun kalian bebas membalas interpretasi.Karena apa yang lebih terkutuk ketimbang dikepung sebagai seorang individu di tengah masyarakat sosial yang bungkam akan kejujuran? Dan ketika mereka para penipu ulung mampu beroleh takdir yang lebih beruntung?


Ketahuilah, figur-figur ini tidak akan pernah diterima sebagai referensi tunggal untuk menyatukan manusia. Bagaimana mungkin seorang manusia mampu memusnahkan bahasa yang mampu memusnahkan persatuan manusia? Karena di antara kita, tersimpan bahasa. Yang menyatukan sekaligus menghancurkan, tanpa memerlukan alasan.


***

Komentar

AI by Artifisial mengatakan…
Ini penuh makna banget ya :)))
Unknown mengatakan…
Top abizzz.. I like it. Dalem banget!
Sukses slalu asiq :)