Takdir


Dunia terlalu indah untuk diisi masalah
Mereka bilang, nasib setiap manusia sudah ditentukan.

Oleh siapa? Allah?

Baiklah, terima saja kenyataannya bahwa kita ini hanya sebatas manusia tanpa kemampuan serupa dewa.
Lantas, apakah berarti kita berserah sepenuhnya begitu saja tanpa usaha?

Lagi, mereka tetap bersikukuh terhadap definisi takdir, terhadap hasil akhir selayaknya piala bergilir.

Memang benar manusia selamanya adalah manusia. Manusia selamanya adalah subjek yang senantiasa mengumbar kalimat tanya. Manusia adalah kajian abstrak dari sejenis substansi yang hampir mustahil ditebak dengan acak. Manusia masih menduduki peringkat sebagai mahakarya Allah yang paling sempurna. Manusia memiliki hak untuk mengatur kemudi dunia menuju pelbagai arah berantah. Manusia ini, manusia itu, dan kapabilitas lain yang manusia mampu.

Bagaimana dengan takdir?

Pertanyaan bagus! Manusia yang menganggap dirinya Superhero, bahkan terlalu Superhero hingga bagi sesamanya sendiri menciptakan teror, masih saja mempertanyakan takdir, seolah mempertanyakan ‘bagaimana sebuah opini dapat terlahir?’ Dan dengan keterbatasan yang juga dimiliki seorang manusia, saya akan menjawab sejauh yang saya bisa.

Takdir hanyalah omong kosong, mentah sepenuhnya bila apa yang kita lakukan hanya berserah tanpa usaha mencegah punah. Takdir tidak untuk diperjualbelikan, takdir tidak untuk dipertanyakan, takdir adalah masa depan itu sendiri sebagai jawaban dari apa yang sekarang sedang kita lakukan.

Sia sia saja menuduh takdir. Kehadiran takdir selalu saja diawali dengan pribadi yang selalu berpikir getir. Jangan gunakan lagi kata itu, hanya pecundang yang mau berempati terhadap takdir, karenanya takdir itu semu.

Baik, lupakan kata takdir, gunakan kepala dan mulailah berpikir. Tidak ada manusia yang ingin menjadi lakon pembantu. Masing masing adalah pemeran utama dalam sandiwara sendratari hidup yang mahadusta. Protagonis, antagonis, silahkan dipilih, tanggung sendiri resikonya jika suatu saat kita mulai merasa letih dan memilih untuk berdalih.

Toh tanpa teror, tidak akan ada satuan antiteror
Tanpa anarkisme, tidak akan ada polisi anti huru hara
Tanpa pembunuh, tidak akan ada detektif investigasi
Tidak seperti ‘tanpa nelayan, lalu tidak akan ada ikan’. Salah,

Mengertilah bahwa apa yang kita dapat adalah apa yang telah kita perbuat. Apa yang nanti terjadi adalah koreksi dari setiap gerak gerik kita di masa kini. Jangan diambil hati, jangan dianggap takdir yang menghakimi. Mungkin manusia akan lebih baik jika sekali sekali mengabaikan otak, dan melakukan semuanya dari hati.



***

Komentar

Fandhy Achmad R mengatakan…
bagaimana dengan takdir?
Unknown mengatakan…
Takdir me-NirLala-kan aku padamu, Asiq.
Hawuwuwu... :D
Unknown mengatakan…
Banyak yang menyalahkan takdir tanpa berusaha. Padahal takdir dapat diubah dengan melakukan hal tertentu
Karena kembali lagi apa yang kita terima tergantung apa yang kita perbuat.
Izin share ya gan.
Main mai ke blog saya ya :)