Konsep Kuno dari Cinta 2


Saya tidak tahu harus memulai dari mana, ada terlalu banyak hal yang ingin saya katakan, entah itu penting atau tidak. Hal yang berawal dari dua tahun dua belas hari enam jam yang lalu. Berpinak biak di sela otak di pupuk waktu.


Ternyata tiba harinya ketika saya diingatkan untuk lebih menggunakan logika ketimbang hati. Kata mereka, untuk mampu mencintai, keduanya harus sama-sama berfungsi, keduanya harus saling memberi ruang dan proporsi. Dan harus saya akui, saya kehilangan salah satunya, atau mungkin keduanya, atau mungkin hanya lupa menyimpannya di mana, atau mungkin memang sejak awal saya tidak punya.

Mereka bilang, menunggu anda kembali sampai kapanpun hanya membuang-buang waktu. Karena seseorang tidak harus selalu menunggu. Harus ada kompromi antara otak dengan hati yang sanggup memaksa saya untuk kembali melangkah maju. Menunggu hanya membuang waktu…

Padahal manusia tidak mungkin mampu membuang-buang waktu. Karena sejatinya waktulah yang membuang manusia, termasuk kita, anda, saya, satu demi satu. Dan ini jugbukan soal waktu. cuma soal mau atau menolak menulis lembar baru, ingin atau enggan meracik kisah lain, melawan atau selamanya pasrah di cekik perasaan. Saya membatin… dan lagi-lagi, saya tidak yakin…

Ketahuilah bahwa ada kalanya seseorang memutuskan untuk menjadi perasa. termasuk rasa pahit, juga rasa sakit. Pada satu fase tertentu, darah seseorang akan resmi terdistorsi setelah cairan merah menginterupsi aliran konstan menuju ulu hati. Ada perasaan tersendiri yang singgah. Mungkin sementara. Mungkin selamanya. Ia menderita namun bahagia, ia stagnan namun tidak bosan, ia babak belur namun lega karena memilih untuk jujur. ia merasa… Karena ia tahu, manifestasi dari sebuah adiksi tidak pernah berbuntut keliru.

Tapi…

Saya tidak tahu… Apakah anda benar metafor atas seberkas rasa, atau sekedar salah satu varian cinta yang tertera di rincian daftar menu. Saya tidak tahu…

Mungkin ini tulisan saya yang terakhir. Mungkin juga tidak. Namun, saya ingin kembali mencoba melepas sauh. Saya ingin kembali meniti titik samudra terjauh. Bila saya tidak kembali, ketahuilah bahwa tidak ada satu halpun yang saya sesali. Memori tentang pelabuhan ini akan berpendar menjadi sekedar cerita, namun tidak berarti mati. Cinta dan perkusi yang sekali waktu pernah diam-diam menyimpan rencana akan tersimpan rapih di sudut lemari, tidak tersentuh, terkunci rapat, namun mustahil dibuka kembali.

Tetapi bila suatu hari nanti pesiar saya kembali berlabuh, menghempas saya kembali ke dermaga ini, dermaga paling pojok di bumi, barangkali… saya benar-benar resmi terjangkit disorientasi. Karena memang saya sama sekali tidak tahu harus berlayar ke mana lagi...


***

Komentar

Hapudin mengatakan…
disorientasi?
Rosiy Wibisono mengatakan…
HI,
Sukses ya usahanya
Mampir juga yuk http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/04/bermimpilah-untuk-menjadikannya.html
Terima kasih;)
Unknown mengatakan…
Culik aku asiq.
please... :)
Titis Ayuningsih mengatakan…
semoga saat kembali ke dermaga senyuman itu masih menanti :)

Coretan Populer